HUKUM PERIKATAN, HUKUM DAGANG, BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
HUKUM PERIKATAN
1.
Pengertian
Perikatan
Dalam
bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan istilah “verbintenis”. Istilah
perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam literatur hukum di Indonesia.
Perikatan diartikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap
orang yang lain. Namun, sebagaimana telah dimaklumi bahwa buku III BW tidak
hanya mengatur mengenai ”verbintenissenrecht” tetapi terdapat juga istilah lain
yaitu ”overeenkomst”.
Dalam
berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk
menterjemahkan verbintenis dan overeenkomst, yaitu :
1.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan
istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2.
Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah
Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.
3.
Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan
perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Untuk
menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan
istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna terdalam arti istilah
masing-masing. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya
mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan”
atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisi
verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas
maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan.
sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen
yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadi overeenkomst mengandung kata sepakat
sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah
terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka istilah overeenkomst lebih tepat digunakan
untuk mengartikan istilah persetujuan.
Menurut
ilmu pengetahuan Hukum Perdata,
pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian
mengenai perikatan.
Pitlo
memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian
perikatan menurut Hofmann adalah
suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan
dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur)
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak
yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah
perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang
dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara
dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian
tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu
pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya
dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan
yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan
antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan
dari suatu perjanjian. Bila ditinjau lebih lanjut dari pengertian perikatan,
maka dapat kita ketahui bersama bahwa dalam satu perikatan paling sedikit
terdapat satu hak dan satu kewajiban. Suatu persetujuan dapat menimbulkan satu
atau beberapa perikatan tergantung dari jenis persetujuannya.
2.
Dasar
Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
1) Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2) Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi
menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini
tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen
toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah
perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH
Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain
dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban
pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber
perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu
: kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar
(obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim.
Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber
perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan
manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (
zaakwarneming).
3.
Azas-azas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a) Asas Kebebasan Berkontrak Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b) Asas konsensualisme Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4.
Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Berikut cara penghapusan suatu perikatan:
1.
Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya
sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti
dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh
debitur lain.
2.
Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang
disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu
dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu
pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan,
oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi,
suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya
A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp.
600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,-
Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya
kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang
tersebut :
- Kedua-duanya
berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok
sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang
dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya
dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
3.
Pembebasan
utang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan
utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan
itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk
terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang
pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi
dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu
tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat
piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan
utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika
pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat
perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat
dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang
diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2)
pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan
debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung
utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
4.
Musnahnya
barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah
tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu
”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan
pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444
KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu
hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya
debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal
pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk
memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan
adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka
semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
5.
Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu
: batal demi hukum dan dapat dibatalkan. Disebut batal demi hukum karena
kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan
causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri
adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang
bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi.
6.
Syarat
yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi
perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi
mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini
disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu
sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan
semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat
batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru
dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau
berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat
obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan
tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat
itu.
7.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu
adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau
waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan
hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua
macam lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu
barang, disebut
”acquisitive prescription”;
(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan
Dari tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah
”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda
”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”kadaluwarsa”.
BAB V
HUKUM
PERJANJIAN
1. Standar Kontrak
Sebagai
mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin
dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya,
namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk
mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk
mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalamsebuahperjanjian.
Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan
penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam
perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua
belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu
secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana
kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Kapan
sebenarnya perjanjian tersebut timbul dan mengikat para pihak? Menurut Pasal
1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan
hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan untuk membuat perikatan
(misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll)
3. Menyangkut hal tertentu
4. Adanya causa yang halal
Dua
hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir
disebut syarat objektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat
subjektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar).
Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum
dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah.
Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan
causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum
(J.Satrio, 1992).
2. Macam-macam
perjanjian
Secara
garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengklasifikasikan jenis-jenis
perjanjian adalah:
1. Perjanjian Timbal Balik dan
Perjanjian Sepihak:
Perjanjian
timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah
pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban
kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya.
2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan
Alas Hak Membebani
Perjanjian
percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak
saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian
dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi
dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut
hukum.
3. Perjanjian Bernama dan tidak
Bernama:
Perjanjian
bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang terbatas, misalnya
jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian
yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian
Obligatoir
Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli.
Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir.
Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan,
artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak.
5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian
Real:
Perjanjian
konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak.
Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak
juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.
3.
Syarat-Syarat
Sahnya Perjanjian
Dalam
membuat perjanjian para pihak dapat memuat segala macam perikatan, sesuai
dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Buku III KUH Perdata,
akan tetapi asas kebebasan berkontrak yang bukan berarti boleh memuat
perjanjian secara bebas, melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk
syahnya perjanjian. Maksud kebebasan berkontrak bebas untuk menentukan isi dan
macamnya perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Dengan kata lain,
para pihak membuat perjanjian tersebut dalam keadaan bebas dalam arti tetap
selalu dalam ruang gerak yang dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
Syarat
sahnya perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata
yaitu :
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatu pokok persoalan tertentu;
4.
Suatu sebab yang tidak dilarang.
Syarat-syarat
diatas terbagi dalam dua kelompok yaitu syarat obyektif dan syarat subjektif,
dimana keduanya memiliki akibat hukum masing-masing, untuk lebih jelasnya
penjelasan terhadap hal diatas sebagai berikut :
1.
Sepakat mereka yang mengikat dirinya
Sepakat
mereka mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui
kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada
paksaan, kekeliruan dan penipuan.
Menurut
Subekti dalam bukunya yang berjudul hukum perjanjian menyatakan bahwa menurut
ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan
penawaran (efferte) menerima yang termaksud dalam surat tersebut, sebab detik
itulah dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasannya mungkin ia
tidak membaca surat itu, hal itu menjadi tanggung jawab sendiri. Ia dianggap
sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Persoalan kapan lahirnya perjanjian juga sangat penting untuk diketahui dan
ditetapkannya, berhubung adakalanya terjadi perubahan dalam peraturan
perundang-undangan yang mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan perjanjian,
beralihnya risiko dalam perjanjian, tempat lahirnya perjanjian dan ditutupnya
perjanjian dan sebagainya. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak
antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Cakap
(bekwaam) merupakat syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara
sah yaitu harus sudah dewasa, sehat pikiran dan tidak dilarang oleh suatu
peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam
sistem hukum perdata barat hanya mereka yang dibawah pengampuan sajalah yang
dianggap tidak dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, orang-orang yang
kurang atau tidak sehat akal pikirannya yang tidak dibawah pengampuan tidak
demikian, perbuatan hukum yang dilakukannya tidak dapat dikatan sah kalau hanya
di dasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata. Akan tetapi, perbuatan melawan hukum
itu dapat dibantah dengan alasan tidak sempurnanya kesepakatan yang diperlukan,
juga untuk sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata.
Dilihat dari sudut rasa keadilan memang benar-benar mempunyai kemampuan untuk
menginsyafi segala tanggung jawab yang bakal dipikulnya karena perbuatan itu.
Tegasnya, syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian ini mengandung
kesadaran untuk melindungi baik bagi dirinya dan bagi miliknya maupun dalam
hubungannya dengan keselamatan keluarganya.
3.
Suatu hal tertentu
Suatu
hak tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu
perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi obyek suatu
perjanjian ini haruslah tertentu, setidaknya haruslah ditentukan jenisnya,
sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat
ditentukan atau diperhitungkan. Sebelumnya, dalam Pasal 1334 ayat (1)
KUHPerdata ditentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari
juga dapat menjadi objek suatu perjanjian.
Menurut Wirdjono Prodjodikoro, barang yang belum ada dijadikan objek
perjanjian tersebut bisa dalam pengertian relatif (nisbi). Belum ada pengertian
mutlak misalnya, perjanjian jual beli padi dimana tanamannya baru sedang
berbunga, sedangkan belum ada pengertian relatif, misalnya perjanjian jual beli
yang diperjual belikan sudah berwujud beras, pada saat perjanjian diadakan
masih milik penjual. Kemudian dalam
Pasal 1332 KUHPerdata ditentukan bahwa barang-barang yang dapat dijadikan objek
perjanjian hanyalah barangbarang yang dapat diperdagangkan. Lazimnya
barang-barang yang diperdagangkan untuk kepentingan umum dianggap sebagai
barang barang diluar perdagangan, sehingga tidak bisa dijadikan objek
perjanjian.
4.
Suatu sebab yang halal
Suatu
sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian.
Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa
sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang terlarang, tidak
mempunyai kekuatan. Syarat 1 dan 2 dinamakan syarat-syarat subjektif karena
mengenai subjek karena yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat 3 dan 4 dinamakan
syarat-syarat objektif karena mengenai objek perjanjian. Apabila syarat-syarat
objektif tidak dipenuhi. Perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas
permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak
bebas. Hak untuk meminta pembatalan perjanjian ini dibatasi dalam waktu 5 tahun
(Pasal 1454 BW). Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan
apabila syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi, perjanjiannya batal demi
hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah
ada perikatan. Sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim
(pengadilan).
4. Pembatalan suatu perjanjian
Suatu perjanjian dapat
di batalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi
hukum. Perjanjian yang di batalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena:
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak di perbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak
dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak
kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
4. Terlibat hukum.
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau
wewenang dalam melaksanakan
perjanjian.
perjanjian.
5.
Prestasi
dan Wanprestasi dalam Perjanjian
Prestasi adalah suatu
yang wajib harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi
merupakan isi dari pada sebuah perikatan. Apablia debitur tidak memenuhi
prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan
wanprestasi (kelalaian).
Wanprestasi adalah
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diterapkan perikatan atau perjanjian,
tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu perjanjian, dapat disebabkan dua hal,
yaitu kesalahan debitur baik disengaja maupun karena kelalaian dan karena
keadaan memaksa (Overmacht/Force Majure).
Berdasarkan KUHPerdata,
wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang menjelaskan:
Penggantian biaya, rugi
dan bunga tidak dipenuhinya suatu perkataan, barulah mulai diwajibkan, apabila
yang berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
melalaikannya, atau jika yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukan. Dalam
praktek dilapangan, untuk menentukan seorang debitur melakukan wanprestasi
terkadang tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus memenuhi prestasi
tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus memenuhi prestasi tidak selalu
ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian jual beli suatu barang misalnya tidak
ditetapkan kapan penjual harus menyerahkan barang yang harus dijualnya pada
pembeli dan kapan pembeli harus membayar yang dibelinya itu kepada penjual.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi
oleh kreditur atau juru sita. Pengertian somasi adalah teguran dari si
berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi
sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Tentang
cara memberi teguran (sommatie) terhadap debitur jika ia tidak memenuhi teguran
itu dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang
menentukan, bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau akta sejenis.
Wanprestasi akibat tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua
kemungkinan alasannya, yaitu :
a. Karena kesalahan
debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian;
b. Karena keadaan
memaksa (overmacht) force majure, jadi diluar kemampuan debitur.
Untuk menentukan apakah
seorang debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja
atau lalai tidak memenuhi prestasi, yaitu ada 3 macam :
1. Tidak memenuhi
prestasi sama sekali;
Sehubungan dengan
debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi
prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi
tetapi tidak tepat waktu;
Apabila prestasi
debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktu.
3. Memenuhi prestasi
tetapi tidak sesuai atau keliru;
Debitur yang memenuhi
prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Menurut Subekti, bentuk
wanprestasi ada empat macam yaitu :
1. Tidak melakukan apa
yang disanggupi akan dilakukan;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi
tidak sebagaimana dijanjikannya;
3. Melakukan apa yang
dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tindakan wanprestasi
membawa konsekuensi terhadap timbulnya
hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada salah satu
pihak yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Di dalam hukum perjanjian
tidak membedakan suatu perjanjian tidak dilaksanakan karena unsur kesalahan
dari para pihak atau tidak. Akibat hukumnya tetap sama, yakni memberikan ganti
rugi dengan perhitungan-perhitungan tertentu. Apabila debitur dalam keadaan
wanprestasi, kreditur dapat memelih diantara beberapa kemungkinan tuntutan
sebagaimana disebut dalam Pasal 1267 KUHPerdata yaitu :
a. Pemenuhan prestasi;
b. Ganti kerugian;
c. Pemenuhan prestasi
ditambah ganti rugi;
d. Pembatalan
perjanjian;
e. Pembatalan
perjanjian ditambah ganti rugi.
Bilamana kreditur hanya
menuntut ganti kerugian, ia dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta
pemenuhan dan pembatalan pejanjian. Sedangkan bila kreditur hanya menuntut
pemenuhan perikatan memang sudah dari semula menjadi kesanggupan debitur untuk
melaksanakannya.
Menurut Subekti yang
menjadi persoalan disini adalah, seandainya debitur telah menerima teguran agar
melaksanakan perjanjian, tetapi setelah waktu yang pantas diberikan keadaannya
untuk memenuhi perikatan tersebut telah lewat, tetapi prestasi belum juga
dipenuhi, apakah debitur setelah itu masih berhak melaksanakan perikatan. Para
ahli hukum dalam hal ini sepakat bahwa apabila kreditur menyatakan masih
bersedia menerima pelaksanaan perjanjian. Apabila pernyataan kesediaan menerima
pelaksanaan perjanjian. Apabila pernyataan menerima pelaksanaan perjanjian itu
tidak ada, para ahli hukum mempunyai pendapat berbeda, apakah debitur dapat melaksanakan
perikatan itu dan dengan membayar ganti rugi, sebelum ada tuntutan kreditur
dimuka pengadilan untuk membatalkan perjanjian dengan ganti rugi. Saat
terjadinya wanprestasi adalah :
a. Apabila pemenuhan
prestasi ditentukan, debitur dikatakan wanprestasi dengan lewatnya waktu (Pasal
1238 KUHPerdata).
b. Apabila waktu
pemenuhan prestasi tidak ditentukan, diperlukan pernyataan lalai atau
ingerbrekestelling atau somasi dari kreditur, baik dengan surat peringatan
kepada debitur ataupun surat gugatan ke pengadilan.
BAB VI
HUKUM DAGANG
Hubungan Hukum Perdata
dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satudan lainnya dalam
bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUHPerdata
merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex
specialis(hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium
lex specialisderogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).
Khusus untuk bidang perdagangan,
Kitab undang-undang
hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat
dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus
dari KUHPerdata.KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara
Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda.
Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2
buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban
yang timbul karena perhubungan kapal.
Materi-materi hukum
dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khususmateri
hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat
ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti
tentangkoperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.Hubungan antara KUHD dengan
KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapatdimengerti karena memang semula
kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodifikasi.Pemisahan keduanya hanyalah
karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan
internasional dalam hal perniagaan.Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum
Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang merupakan perluasan dari Hukum
Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang
artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum
umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang diatur
dalamKUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
Kewajiban Pengusaha
Menurut undang-undang,
pengusaha dalam menjalankan perusahaan mempunyai dua kewajiban yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Membuat pembukuan
Kewajiban membuat pembukuan terdapat dalam Pasal 6 KUHD, yang berbunyi: “Setiap
orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan
catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya
dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang
sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu
dapat diketahui semua hak dan kewajibannya. Tujuan dari pembukuan adalah agar
setiap suatu dapat diketahui, baik oleh pengusaha sendiri atau oleh pihak
ketiga tentang berapa kekayaannya yang seharusnya, tentang hak dan kewajibannya
yang harus dikerjakan dengan pihak lain, sebagaimana dalam Pasal 6 Ayat 1.
Kewajiban ini erat hubungannya dengan beberapa hal, antara lain:
a. Pasal 1131 dan 1132
KUHPerdata, yaitu berkenaan dengan harta debitur baik yang bergerak dan tetap,
baik yang telah ada maupun masih akan diperoleh, yang dimana semua harta tersebut
menjadi tanggungan bagi hutang-hutangnya.
b. Pasal 19 dari
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan
si berhutang pada saat pernyataan pailit, beserta segala apa yang diperoleh
selama kepailitan.”
Pengusaha dan Perantara
Dagang Sebenarnya dalam KUHD sendiri, yaitu dalam Pasal 6 KUHD, istilah
pembukuan tidak dipergunakan. Akan tetapi, menggunakan istilah “catatan”.
Bagaimana cara membuat dan isi, bentuk dari catatancatatan ini KUHD tidak
mengaturnya.Yang terpenting adalah dari catatan ini dapat diketahui kekayaan,
hak dan kewajibannya. Namun, dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 8 tahun 1997
tentang Dokumen Perusahaan, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah:
a. Dokumen keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang
merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
b. Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan. Selanjutnya, Pasal 6 Ayat (2) KUHD menyebutkan: “Ia diwajibkan dalam
enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur
menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri.” Dengan
demikian, maka pengusaha wajib dua kali dari tahun ke tahun dalam waktu 6 bulan
yang pertama, dari tiap-tiap tahunnya membuat dan menandatangani dengan tangan
sendiri akan neraca tersusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu. Sedangkan
tentang pengertian neraca, Polak menjelaskan bahwa neraca ialah daftar yang
berisi, antara lain tentang:
a. Seluruh harta
kekayaan beserta harganya dari masing-masing benda.
b. Segala hutang-hutang
dan saldonya Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (3) disebutkan: “Ia diwajibkan
menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia
menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam alinea pertama beserta
neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegramtelegram yang
diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegramtelegram yang
dikeluarkan”. Ketentuan ini berhubungan dengan pasal 1967 KUH Perdata yang
menyebutkan “segala tuntutan hukum, baik bersifat kebendaan maupun
Pengusaha dan Perantara
Dagang bersifat perseorangan, hapus karena kadaluwarsa dengan lewatnya waktu 30
tahun”. Kewajiban penyimpanan buku-buku atau surat-surat juga berkaitan erat fungsi pembukuan, yaitu
segala alat pembuktian kalau ada sengketa dipengadilan. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 7 KUHD yang berbunyi: “Untuk kepentingan setiap orang,
hakim bebas untuk memberikan kepada pemegang buku, kekuatan bukti sedemikian
rupa yang menurut pendapatnya harus diberikan pada masing-masing kejadian yang
khusus.” Namun ada beberapa hal yang menyulitkan dari kewajiban pembukuan dalam
Pasal 6-13 KUHD ini, di antaranya adalah:
a. Ketentuan Pasal 1881
KUHPerdata yang menjelaskan bahwa alat bukti surat yang ditulisnya sendiri
tidak memberikan pembuktian bagi keuntungan si pembuatnya.”
b. Rusaknya buku-buku
atau surat-surat, karena lamanya masa penyimpanan.
c. Biaya yang besar,
karena harus disediakan tempat penyimpanan yang luas serta pemeliharaan agar
tidak rusak.
2. Mendaftarkan
Perusahaan Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut
hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar
catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undangundang ini
atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh
setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor
pendaftaran perusahaan.
Hubungan Pengusaha Dan Pembantunya
Pengusaha
adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam
menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a. Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
a. Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu
dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2.. Membantu diluar perusahaan
1. Membantu didalam perusahaan
2.. Membantu diluar perusahaan
1.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a) Pelayan toko adalah semua pelayan yang membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya di toko, misalnya pelayan penjual, pelayan penerima uang (kasir), pelayan pembukuan, pelayan penyerah barang dan lain-lain.
a) Pelayan toko adalah semua pelayan yang membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya di toko, misalnya pelayan penjual, pelayan penerima uang (kasir), pelayan pembukuan, pelayan penyerah barang dan lain-lain.
b)Pekerja
keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar kantor untuk
memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara majikan
(pengusaha)dan pihak ketiga.
c)
Pengurus filial ialah petugas yang mewakili pengusaha mengenai semua hal,
tetapi terbatas pada satu cabang perusahaan atau satu daerah tertentu.
d)
Pemegang prokurasi ialah pemegang kuasa dari perusahaan. Dia adalah wakil
pimpinan perusahaan atau wakil manager, dan dapat mempunyai kedudukan sebagai
kepala satu bagian besar dari perusahaan itu. Ia juga dapat dipandang berkuasa
untuk beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti mewakili
perusahaan itu di muka hakim, meminjam uang, menarik dan mengakseptir surat
wesel, mewakili pengusaha dalam hal menandatanganu perjanjian dagang, dan lain-lain.
e)
Pimpinan perusahaan ialah pemegang kuasa pertama dari pengusaha perusahaan. Dia
adalah yang mengemudikan seluruh perusahaan. Dia adalah yang bertanggung jawab
tentang maju dan mundurnya perusahaan. Dia bertanggung jawab penuh atas
kemajuan dan kemunduran perusahaan. Pada perusahaan besar, pemimpin perusahaan
berbentuk dewan pimpinan yang disebut Direksi yang diketuai oleh seorang
Direktur Utama.
Hubungan
hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1) Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(1) Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(2)
Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792
dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang
menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”.
Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang
kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi
kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai
dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua
sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan
pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan,
yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko.
Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c
KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua
peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal
1601 c ayat (1) KUHPER.
2.
Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
a) Agen perusahaan
Agen perusahaan adalah orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara pihak ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga.
a) Agen perusahaan
Agen perusahaan adalah orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara pihak ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga.
b)
Perusahaan perbankan
Perusahaan perbankan adalah lembaga keuangan yang mewakili pengusaha untuk melakukan :
Pembayaran kepada pihak ketiga;
Penerimaan uang dari pihak ketiga; dan
Penyimpanan uang milik pengusaha selaku nasabah.
Perusahaan perbankan adalah lembaga keuangan yang mewakili pengusaha untuk melakukan :
Pembayaran kepada pihak ketiga;
Penerimaan uang dari pihak ketiga; dan
Penyimpanan uang milik pengusaha selaku nasabah.
c)
Pengacara
Pengacara ialah orang yang mewakili pengusaha ini dalam berperkara di muka hakim. Dalam mewakili pengusa ini pengacara tidak hanya terbatas dimuka hakim saja, juga mengenai segala persoalan hukum di luar hakim. Hubungan antara pengacara dengan pengusaha adalah hubungan tidak tetap, sedang sifat hukumnya berbentuk pelayanan berkala dan pemberian keputusan.
Pengacara ialah orang yang mewakili pengusaha ini dalam berperkara di muka hakim. Dalam mewakili pengusa ini pengacara tidak hanya terbatas dimuka hakim saja, juga mengenai segala persoalan hukum di luar hakim. Hubungan antara pengacara dengan pengusaha adalah hubungan tidak tetap, sedang sifat hukumnya berbentuk pelayanan berkala dan pemberian keputusan.
d)
Notaris
Seorang notaris dapat membantu pengusaha dalam membuat perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungan notaris dengan pengusaha bersifat tidak tetap, sebagai juga halnya dengan pegacara hubungan hukumnya bersifat pelayan berkala dan pemberian kekuasaan. Notaris adalah pejabat umum, khusus berwenang untuk membuat akte mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, yang dipertahkan oleh peraturan umum atau yang diinginkan oleh yang berkepentingan, agar dapat ternyata pada akta otentik itu tentang kepastian tanggal, menyimpan akta dan menerbitkan grossen, turunan dan kutipan, semua itu bila pembuatan akta itu oleh peraturan umum tidak dibebankan atau dijadikan kepada pejabat atau orang lain.
Seorang notaris dapat membantu pengusaha dalam membuat perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungan notaris dengan pengusaha bersifat tidak tetap, sebagai juga halnya dengan pegacara hubungan hukumnya bersifat pelayan berkala dan pemberian kekuasaan. Notaris adalah pejabat umum, khusus berwenang untuk membuat akte mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, yang dipertahkan oleh peraturan umum atau yang diinginkan oleh yang berkepentingan, agar dapat ternyata pada akta otentik itu tentang kepastian tanggal, menyimpan akta dan menerbitkan grossen, turunan dan kutipan, semua itu bila pembuatan akta itu oleh peraturan umum tidak dibebankan atau dijadikan kepada pejabat atau orang lain.
e)
Makelar
Menurut pengertian Undang-undang, seorang makelar pada pokoknya adalah seorang perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ke tiga untuk mengadakan berbagai perjanjian. Makelar mempunyai ciri khusus, yaitu:
(1) Makelar harus mendapat pengangkatan resmi dari pemerintah (c.q. Mentri Kehakiman) – (pasal 62 ayat (1))
(2) Sebelum menjalankan tugasnya, makelar harus bersumpah di muka Ketua Pengadilan Negeri, bahwa dia akan menjalankan kewajibannyadengan baik (pasal 62 ayat (1))
Mengenai makelar diatur dalam KUHD, buku 1, pasal 62 sampai 72, dan menurut pasal 62 ayat (1) makelar mendapat upahnya yang disebut provisi atau courtage. Sebagai perantara atau pembantu pengusaha, makelar mempunyai hubungan yang tidak tetap dengan pengusaha (pasal 62 ayat (1)). Hubungan ini tidak sama halnya dengan pengacara, tetapi lain dengan hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha. Adapun sifat hukum dari hubungan tersebut adalah campuran yaitu sebagai pelayan berkala dan pemberian kuasa.
Menurut pengertian Undang-undang, seorang makelar pada pokoknya adalah seorang perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ke tiga untuk mengadakan berbagai perjanjian. Makelar mempunyai ciri khusus, yaitu:
(1) Makelar harus mendapat pengangkatan resmi dari pemerintah (c.q. Mentri Kehakiman) – (pasal 62 ayat (1))
(2) Sebelum menjalankan tugasnya, makelar harus bersumpah di muka Ketua Pengadilan Negeri, bahwa dia akan menjalankan kewajibannyadengan baik (pasal 62 ayat (1))
Mengenai makelar diatur dalam KUHD, buku 1, pasal 62 sampai 72, dan menurut pasal 62 ayat (1) makelar mendapat upahnya yang disebut provisi atau courtage. Sebagai perantara atau pembantu pengusaha, makelar mempunyai hubungan yang tidak tetap dengan pengusaha (pasal 62 ayat (1)). Hubungan ini tidak sama halnya dengan pengacara, tetapi lain dengan hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha. Adapun sifat hukum dari hubungan tersebut adalah campuran yaitu sebagai pelayan berkala dan pemberian kuasa.
f)
Komisioner
Mengenai komisioner diatur dalam pasal 76 sampai dengan pasal 85 KUHD. Dalam pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan taggungan orang lain dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
Mengenai komisioner diatur dalam pasal 76 sampai dengan pasal 85 KUHD. Dalam pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan taggungan orang lain dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas ( PT )
Adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian untuk menjalankan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham, yang
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Kekayaan perusahaan
terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta
kekayaan sendiri. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut
dividen. Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi.
Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga
tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
Pembagian Wewenang Dalam PT Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada
tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya (profesional). Struktur organisasi perseroan
terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris. Pemegang
saham melimpahkan wewenangnya kepada
direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan
bidang usaha perusahaan. Direksi
berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan perjanjian dan kontrak, dan
sebagainya. Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi
perusahaan. Hasil RUPS biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke
direksi untuk dijalankan. Bila pemegang saham berhalangan hadir dalam RUPS ,
dia bisa melempar suara miliknya ke pemegang lain yang disebut proxy. Isi RUPS
adalah:
a)
Menentukan direksi dan pengangkatan
komisaris
b)
Memberhentikan direksi atau komisaris
c)
Menetapkan besar gaji direksi dan
komisaris
d)
Mengevaluasi kinerja perusahaan
e)
Memutuskan rencana
penambahan/pengurangan saham perusahaan
f)
Menentukan kebijakan perusahaan
g)
Mengumumkan pembagian laba (dividen)
Kelebihan PT
a)
Kelangsungan hidup perusahan terjamin
b)
Terbatasnya tanggung jawab, sehingga
tidak menimbulkan risiko bagi kekayaan pribadi maupun kekayaan keluarga
pemilik.
c)
Saham dapat diperjualbelikan dengan
relative mudah.
d)
Kebutuhan capital lebih besar akan mudah
dipenuhi, sehingga memungkinkan perluasan-perluasan usaha.
e)
Pengelolaan perusahaan dapat dilakukan
lebih efisien.
Kelemahan PT
a)
Biaya pendiriannya relatif mahal.
b)
Rahasianya tidak terjamin.
c)
Kurangnya hubungan yang efektif antara
pemegang saham.
d)
Permasalahan administrasi yang rumit.
e)
Pengenaan pajak berganda.
f)
Adanya inefisiensi kerja, tidak
fleksibel dan tidak kompetitif karena ukuran yang besar.
g)
Kesulitan untuk membubarkan diri.
h)
Adanya kemungkinan akan muncul konflik
antara pemegang saham dengan dewan
direksi.
Koperasi
Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum. Anggota koperasi yaitu:
a)
Perorangan, yaitu orang yang secara
sukarela menjadi anggota koperasi
b)
Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi
anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Fungsi dan peran
Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa
fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
a)
Membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b)
Berperan serta secara aktif dalam upaya
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c)
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai
dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai
soko-gurunya.
d)
Berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Prinsip koperasi
menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5, yaitu:
a)
Keanggotaan bersifat sukarela dan
terbuka.
b)
Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c)
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan
secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil
anggota tersebut dalam koperasi).
d)
Pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal
e)
Kemandirian.
f)
Pendidikan perkoprasian.
g)
kerjasama antar koperasi.
Jenis - jenis koperasi
a)
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi
yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman
b)
Koperasi Konsumen adalah koperasi
beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual
barang konsumsi.
c)
Koperasi Produsen adalah koperasi
beranggotakan para pengusaha kecil menengah(UKM) dengan menjalankan kegiatan
pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
d)
Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang
menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya.
e)
Koperasi Jasa adalah koperasi yang
bergerak di bidang usaha jasa lainnya.
Yayasan
Yayasan adalah organisasi
nonprofit. Yaitu organisasi yang berbentuk korporasi untuk memberikan pelayanan
kepad masyarakat. Yayasan didirikan dengan tujuan sosial, bukan untuk mencari
keuntungan. Kekayaan yayasan terpisah darikekayaan anggotanya. Dana operasional
diperoleh dari sumbangan para donator.
Pengertian BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Berdasarkan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan secara langsung, modal tersebut berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN merupakan salah satu instrumen penting
dalam menjalankan dan mengembangkan perekonomian nasional. BUMN bersama-sama
dengan pelaku ekonomi lain seperti swasta (kecil – besar, domestik – asing) dan
koperasi merupakan bentuk bangun demokrasi yang akan terus dikembangkan secara
bertahap dan berkelanjutan. Dalam BUMN, Pemerintah berperan sebagai pemegang
saham (minimal 51% sahamnya harus dipegang oleh pemerintah), masyarakat juga
berperan sebagai pemegang saham (maksimal 49% saham dapat dipegang oleh
masyarakat).
Fungsi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
a)
Sebagai penyedia barang ekonomis
yang tidak disediakan oleh pihak swasta
b)
Instrumen pemerintahan yang membantu
penataan perekonomian negara
c)
Pengelola cabang-cabang produksi
sumberdaya yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum
d)
Menyediakan layanan untuk masyarakat
e)
Memajukan sektor usaha yang belum
diminati oleh pihak swasta
f)
Pembuka lapangan kerja
g)
Penghasil devisa negara
h)
Membantu pengembangan usaha kecil
(contohnya koperasi)
i)
Pendorong aktivitas dan kemajuan
masyarakat di berbagai bidang
Tujuan didirikannya BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
a) Memberikan sumbangan pendapatan (penerimaan) negara dan
berperan dalam memajukan perekonomian.
b) Mendapatkan keuntungan demi kepentingan negara.
c) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan kebutuhan hidup orang
banyak.
d) Perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
pihak swasta dan koperasi.
e) Memberikan bimbingan dan batuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Referensi:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68288/Chapter%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
Komentar
Posting Komentar